Seperti halnya kita ketahui, salah satu
tujuan utama sebuah pernikahan adalah untuk memiliki keturunan. Biasanya,
pasangan yang telah siap menikah akan berusaha untuk segera menimang bayi.
Lalu, apa jadinya jika sang istri tidak kunjung hamil setelah beberapa kali
melakukan aktivitas seksual dengan suami dalam masa subur dan tanpa
kontrasepsi? Inilah yang lazim disebut dengan gejala kemandulan. Dalam bahasa
medis, hal ini dikenal dengan infertilitas.
Sejatinya, apa itu infertilitas?
Infertilitas atau kemandulan adalah kegagalan yang dialami pasangan untuk
mencapai kehamilan setelah satu tahun mereka berhubungan seksual dengan teratur
dan tanpa kontrasepsi. Jika seorang wanita mampu hamil dan kemudian melahirkan
bayi hidup, maka ia disebut fertil atau subur, begitu pula pria yang mampu
menghamilinya.
Sebaliknya, jika wanita dan pria
tersebut tidak kunjung mendapatkan keturunan pasca hubungan seksual yang sehat
dan teratur, salah satu dari mereka atau keduanya bisa disebut infertil atau
tidak subur. Lalu, bagaimana dengan wanita yang bisa hamil tetapi mengalami
keguguran yang berulang-ulang? Dapat juga di katakan infertil, namun tergantung
pada penyebab keguguran itu sendiri.
Infertil primer adalah jika wanita belum
pernah hamil dan tidak mencapai kehamilan dalam waktu 12 bulan hubungan suami
istri. Disebut infertilitas sekunder ketika wanita pernah hamil, namun tidak
terjadi kehamilan lagi meski melakukan senggama secara teratur tanpa
kontrasepsi.
Sebagian besar masyarakat mengenal dengan
baik apa itu infertilitas dan menganggapnya sebagai suatu aib atau musibah.
Berdasarkan penelitian, di indonesia setidaknya ada 12% atau sekitar 3 juta
pasangan yang berdomisili dikota maupun di desa, mengalami infertilitas, atau
tidak kunjung mendapat kehamilan hingga tahun kedua usia pernikahan. Yang
disayangkan adalah kita masih saja menjumpai sebagian orangtua yang masih
menyalahkan perempuan sebagai penyebab ketidakmampuan pasangan memiliki
keturunan. Padahal, infertilitas tidak hanya terjadi pada wanita, tetapi juga
pria. Perlu diketahui bahwa terganggunya sistem reproduksi pria juga dapat
menunda terjadinya kehamilan. Sebuah penelitian tentang masalah kesuburan,
menyatakan bahwa infertilitas yang terjadi adalah 40% akibat laki-laki, 40%
akibat perempuan, dan sekitat 30% akibat keduanya.
Ilmu kedokteran saat ini baru sukses
menolong separuh dari jumlah pasangan infertil guna memperoleh keturunan yang
diidam-idamkan. Berarti, separuhnya lagi yang belum berhasil terpaksa menempuh
hidup tanpa anak, poligami, bercerai, atau mengadopsi anak. Kenyataan ini
membuat sebagian besar pasangan, terutama istri, merasa dihantui oleh ketakutan
tidak berhasil memiliki keturunan. Mereka gelisah dan stres, terutama karena
pandangan miring masyarakat tentang wanita atau pria yang mandul. Infertilitas
menjadi mimpi buruk bagi pasangan yang sangat menginginkan kehadiran bayi dalam
hidup mereka.
Bagi remaja masa kini, mengetahui apa
itu infertilitas, jenis, dan penyebabnya sangatlah penting. Kemandulan pun bisa
dicegah sejak dini, terutama bagi para remaja hendaknya rutin memeriksakan
kesehatan reproduksi mereka, terutama jika ada tanda-tanda atau gejala yang
tidak wajar pada organ reproduksi atau hormon-hormon yang menunjang. Sebaiknya,
pasangan melakukan pemeriksaan sebelum pernikahan sehingga dapat mengantisipasi
terjadinya masalah kesuburan dan mengusahakan kehamilan.
Penanganan infertilitas adalah masalah
medis yang cukup kompleks dan melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran.
Jadi, pasangan yang dianggap infertil perlu melakukan konsultasi dan
pemeriksaan yang juga kompleks. Pemeriksaan untuk mengetahui faktor penyebab
infertilitas tersebut mutlak dilakukan pada suami dan istri. Masih sering kita
jumpai suami yang enggan bahkan tidak mau diperiksa, sikap seperti inilah yang
tidak dapat dibenarkan. Padahal, pemeriksaan terhadap suami lebih mudah
dilaksanakan dibanding pemerikasaan terhadap istri. Pemeriksaan kesuburan istri
biasanya memakan waktu dan juga biaya yang relatif besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar